Halaman

Selasa, 28 September 2010

Pesantren Dan Wajah Islam Indonesia

Lembaga pendidikan Pondok Pesantren salah satu dari sekian sistem pendidikan yang ada di Indonesia dengan cirinya yang has dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididkan paling tua di Indonesia yang telah diakui kualitasnya dari segi kemampuannya dalam mencetak kader-kader bangsa yang handal dan mumpuni, baik dalam bidang agama sebagaimana lazimnya atau dalam pentas kepemimpinan nasional, juga dalam bidang kebudayaan dan kazanah intelektual.

Menilik asal muasal keberadaan pesantren di Indonesia, sebagian kalangan ahli mengasumsikan bahwa pesantren adalah pola pendidikan Islam yang di adopsi dari pola pendidikan jaman sebelum kedatangan Islam yang di kenal dengan istilah cantrik yang kemudian diIslamisasi oleh para dai'-dai' Islam di awal kedatangannya.

Menurut pandangan penulis asumsi tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Hal tersebut bila bisa di telusuri lewat komparasi kedua sistem tersebut dimana materi pengajaran dalam cantrik lebih mengedepankan pola pelatihan fisik yang dalam istilah kunanya dinamakan ilmu kanuragan, Sedangkan materi yang diajarkan dalam pesantren pada umumnya lebih bersifat ilmu pengetahuan keagamaan. Komparasi ini memberi gambaran yang tegas adanya perbedaan yang mencolok antara pola pendidikan cantrik dan pola pendididkan pesantren.

Bukti lainnya, dalam dunia Islam, kita bisa menjumpai sistem pendidikan pesantren di berbagai negara Islam sebagaimana di negeri kita; seperti di Yaman dengan Darul Mustofanya, atau di Saudi Arabia dengan Rubatnya ataupun di negeri Syria tempat penulis menimba ilmu yang bertaburan ma'had-ma'had syar'i, juga di negara-negara Islam lainnya. Hal tersebut memupuskan asumsi bahwa pesantren adalah budaya tradisional Indonesia yang mengalami Islamisasi, disisi lain juga membuktikan bahwa pesantren merupakan bagaian dari budaya Islam yang telah mengalami pribumisasi ketika masuk ke Indonesia.

Setelah penelusuran awal timbul pertanyaan; bernarkah pola pendidikan pesantren merupakan bagian dari budaya Islam?

Pengembangan wacana pesantren sebagai bagian dari budaya Islam akan bisa mencapai titik terang bila kita ambil pola-pola dasar pendidikan pesantren. Sebagaimana sudah diadakan penelitian pola dasar pesantren terdiri dari tiga unsur utama yaitu; kiai, santri dan masjid. Ketiga pola dasar tersebut -kalau kita mengupas kembali sejarah penyeberan Islam pertama kali di tanah Arab- adalah metode dakwah marhalah kedua Nabi Muhammad Saw di kota Madinah. Hal tesebut bisa di baca dari aktivitas dakwah beliau dengan memakai masjid sebagai pusat semua aktivitas baik dari segi ubudiyah seperti shalat berjamaah bersama-sama para sahabatnya atau tempat penyampaian kuliyah umum (khotbah Jum'at) di setiap hari Jum'at serta aktivitas-aktivitas lainya yang hampir keseluruhan berada di masjid. Jadi dapat dibuktikan bahwa sistem pendidikan pesantren adalah bagian dari kebudayaan Islam dan keberadaannya sudah ada semenjak pertama kali Islam diturunkan.

Untuk menelusuri lebih dalam tentang fenomena pola pesantren sebagai bagian dari budaya Islam bisa dikaji lewat sejarah peradaban Islam, dimana hampir semua sistem pendidikan di dunia Islam adalah bercorak pesantren, ini dapat ditilik dari metode Imam Malik (179 H) pendiri madzhab Malikiyah dalam membangun madzhabnya di Kota Madinah Munawwaroh, dengan memakai metode pesantren beliau kembangkan madzhabnya di Madinah, begitu pula madrasah an Nidhamiyah di Nisaibur yang dianggap sebagai cikal bakal sistem pendidikan madrasi di dunia Islam, pola pendidikan yang dipakai adalah pola pesantren, hal itu bisa kaji dari sosok al Juwaini (478 H) sebagai seorang pengasuh atau kiai dan salah satu santri hasil didikannya al Ghozali (520 H).

Begitu pula di negeri Syam as Syarif (Syria) di abad pertengahan hijriyah kita mengenal madrasah Darul Hadist yang telah berhasil mencetak ulama-ulama agung di zamannya, dimana keagungannya tersebut masih bisa disaksikan lewat kebesaran sosok an Nawawi (676 H) salah satu ulama hasil cetakan lembaga pendidikan ini, dengan maha karya-karyanya yang masih relevan dan eksis sebagai referensi utama dalam kazanah keilmuan Islam. Setelah penulis lihat sendiri tradisi-tradisi pengajian kitab kuning yang masih eksis hingga saat ini di sudut-sudut masjid kota Damaskus dan menyaksikan bangunan peninggalan madrasah Darul Hadist juga berziarah ke ma'had-ma'had syar'i yang ada sekarang, bahwasanya pola pendidikan pesantren begitu kental dan mengakar kuat dalam sistem pendidikan Islam di negeri Syam dari dulu hingga sekarang.

Menyingkap dunia pesantren dan menatap wajah Islam di Indonesian ibarat menatap salah satu sisi mata uang logam atau dalam kiasan lain dikatakan setali tiga uang, hal tersebut didasarkan pada kontek peranan dunia pesantren dalam membangun wajah Islam di Indonesia yangt tidak bisa diabaikan begitu saja peranannya, kerena basis utama pengembangan Islam di Indonesia adalah pondok pesantren.

Dalam penyebaran Islam pertama kali di tanah air Indonesia kita mengenal pesantren Ampel Denta yang dianggap sebagai pesantren pertama di Indonesia yang terletak di sudut kota Surabaya dengan pengasuh sekaligus pendirinya Raden Rahmat yang bergelar Sunan Ampel, salah satu para dai Islam pertama kali di Indonesia. Melalui media pesantren Ampel Dentanya beliau berhasil mencetak dai-dai generasi selanjutnya seperti Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat dan dari murid-murid para da'i-da'i Islam pertama ini terpancarlah cahaya Islam di nusantara.

Dimasa selanjutnya muncul sosok kiai karismatik Jawa yang masyhur di daerah Tegal Sari, Jetis, Ponorogo Jawa Timur; Kiai Hasan Besari begitu panggilan kebesarannya. Diatas sepetak tanah yang ia miliki dirikan masjid dan barak-barak yang di peruntukkan bagi santri jauh untuk penginapan. Dengan ketinggian ilmunya dibarengi dengan keihlasan dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam, ia berhasil mencetak kader-kader ulama yang mumpuni dalam meneruskan penyebaran agama Islam sehingga Islam tidak pernah pudar dari bumi Indonesia bahkan semakin mengakar kokoh di sanubari bangsa Indonesia walaupun dalam masanya para penjajah sudah menancapkan kukunya di tanah Jawa.

Setelah terjadi persentuhan intelektual antara ulama di Indonesia dengan para ulama Timur Tengah di penghujung kurun abad 20, pesantren sebagi basic intelektual Islam di Indonesia semakin nyata-nyata memainkan peranan dalam membentuk wajah Islam di Indonesia. Sosok-sosok seperti Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Mahfudz Turmusi, Mbah Kholil Bangkalan, KH Hasyim Asy'ari, dan ulama-ulama lainnya adalah tokoh-tokoh penghujung abad 20 dari kalangan pesantren yang telah memoles wajah Islam di Indonesia dan dipenghujung abad 20 ini juga babak intelektual Islam Indonesia dimulai.

Menyibak differensiasi wajah Islam di Indonesia dalam tataran dunia global, peran pesantren begitu besar dalam memoles Islam Indonesia yang bersifat kaffah (universal), ramah, santun, yang sesuai dengan karakter asli bangsa Indonesia. Juga seirama dengan prinsip dasar Islam yang "Rahmatan lil alamin." Dengan semangat tawazun, tasamuh dan tawasuth, perbedaan-perbedaan pemahaman baik dalam pemahaman aqidah maupun diskursus yurisprudensi Islam (fiqih) dapat dilihat sebagai perbedaan yang bersifat rahmah. Differensiasi karakteristik tersebut akan tampak, bila kita melihat fenomena yang sedang terjadi di Timur Tengah, tidak jarang perbedaan-perbedaan (ihktilaf) pemahaman yang menimbulkan pertumpahan darah, seperti konflik Sunni Syiah di Iraq sekarang ini, atau kasus majlis-takfir di Mesir yang banyak menelan korban cendekiawan-cendekiawan Mesir.
Sebagai penutup dari tulisan ini, tidak lah berlebihan jika para pemerhati Islam di barat memprediksikan bahwa kebangkitan Islam akan dimulai dari Indonesia. Kita semua berharap prediksi tersebut menjadi kenyataan.

Penulis adalah Katib Syuriah PCI NU Syria dan Tamatan Fak. Syariah Univesitas Damaskus Syria.

0 komentar:

Posting Komentar